Minggu, Desember 27, 2015

15.35wib. 27-12-15

Kurasa sehasta
Asal kumau, kugapai sekejab sampai
kurasa sedepa
Pasti bisa,sekali jentik tiba

Aku dibawa berputar
Jangankan melingkar
Beranjak pun tidak

Terkesima di satu titik
Kaku membeku terpaku
Mempesona aliran hingga denyut nadi

Jemari menggelepar
Melambai tak jua tergapai
Mengapa jauh
Adanya kita sepelemparan saja

21.30wib. 26-12-2015

Kelu tak mampu berucap
Kaku tak lagi berpindah
Beranjak tak lagi ada

Mengurai kekacauan di kepala
Mengurut linu pada aliran darah tersesat

16.05 wib. 26 des'15

Temaram mempesona
Debar membahana
Debur meniadakan
Renyah menepuk menggilas

Senja mulai bertandang
Remang perlahan menyelimuti
Gelap bersiap mencekam

Sabtu, Desember 26, 2015

10.27 wib

Belum jua satu putaran bumi
Terpecik rasa mengedepankan lara
Rindu menyayat ingin meski sekelabat
Belum genap bumi berotasi
Tapi jeritan sekali lagi
Tampakkanlah
Biar kilaunya menyejukkan
Seperti hari yang lalu
Bahkan tatapan sayu itu pemercik
Memantik bara membumkam duka
Hilang sekejab kemudian sirna
Semestaku
Sekali lagi munculkanlah sosoknya
Meski tanpa lengkungan
Bahkan raut ratanya saja
Gemuruh di dada membuncah
Mengumandangkan doa tak henti
Padamu Ya Rabbi

03.22 wib

Bahwa aku pernah tak henti bercerita
Dan dikau tak henti membisu
Dalam hening,entah simak atau angin
Ku yakin kita bertolak

Lalu waktu menawarkan tatapan sekian kali
Diri bisu dan kau pun batu
Kita dua insan yang jauh berbeda
Ibarat dua galaksi tak terjangkau
Seolah matahari bulan yang tak kan bersama
Garismu masih satu
Lurus tanpa lengkungan
Tapi kilaumu masih padu
Satu menyerupa putra dewa tanah bidadara

Sebentar aku kan kesana
Kembali mempertanyakan yang utama
Berhenti tepat jangan melesat
Beda kita, tak mengapa ada
Jarak tak hingga mari lambaikan
Semesta ku mohon kali ini
Biar terakhir imajinasi menari
Mari pelangi di lukis nyata
Esok hari

Fa.26 Desember 2016.

Pontianak,26 Desember 2015. 03.14 wib

Malam memeluk erat kilauan bintang
Gelap samarkan sinar sang arjuna
Diseberang sana terpisah sekat tak berwarna
Sebalik tirai yang sekejab tak mampu

Lirih untaian harap kutiup membumbung
Mengangkasa membumbung Sang Maha Tinggi
Kebeningan menyapa kembali
Dari tanah yang memanggil kembali

Tunggulah sebentar ujar pijar temaram
Kuda ini tak lama lagi berhenti
Dalam kerlingan detik datang lagi
Pada sebuah keajaiban negeri
Yang tak kan terganti
Hari ini
Kisah terisi lagi

Gemuruh syukur menggelegar
Matahariku terbit lagi

Minggu, Desember 20, 2015

~

Drama tak bernama
Yang menghunjam jantung dan tak kunjung tercabut
Bagaimana kan dicabut,
Kelak jika dicabut berhenti lah detaknya,
Lalu mati terkapar bersimbah

Lalu bagaimana dibiarkan tanpa dicabut,
Jika tetes luka nya turun satu satu
Tak pernah berhenti
Trus menyanyikan perih yang tak kunjung terobati

Bicaralah duhai semesta
Takdir apalagi yang harus ku angguk
Betapa rupa tak lagi bisa sedia

Jingga di bawah bayang merah

Jingga menyapa
Dengan sungguh lagi terarah
Jingga melangkah
Kian laju namun tercekat tanya
Mengapa jiwa melambaikan tidak
Kenapa hati tak kunjung membuka

Jika kelak pilu kian bisu
Andai nanti pecah membuncah sejuta lirih
Tetap bukan jingga yang aku bisa
Masih merah yang merajai segenap hati dan jiwa
Merah yang membakarku hingga tiada
Merah yang melukai namun kunikmati
Merah yang tak berhati,namun ku berikan seluruh hati
Merah yang pergi tak kan pernah diterima kembali

Selasa, Desember 15, 2015

Seribu hari

Tersebutlah sebuah kisah
Disebuah negeri yang kala matahari bersinar,panas bukan kepalang,
Yang apabila malam datang,dingin menusuk tulang.

Tersebutlah sepasang anak manusia,
Mengucap sumpah tuk wujudkan mimpi suci,
Namun tertangguh seribu hari,

Dan berkatalah semesta seketika,
kala seribu hari berlalu,
Mimpi suci tak lagi berarti,
Seribu hari seolah belati,
Menyayat hingga mati.

Minggu, Desember 13, 2015

Nisan insan

Pagi pergi,siang menjelang,langkah kaki tak beranjak,
Tersudut di nisan bertuliskan paduan nama dua insan,

Rabu, November 25, 2015

.

sekian hari berganti,
jatuh bangun mencoba tetap menarik bibir ini agar melengkungkan senyum selebar yg ia mampu,
bisa,
bisa untuk sekian masa,
lalu ada sekian masa kemudian ia mengerucut lagi,
magatup menahan suara agar tak terdengar,

betapa perih lebih dari sekedar lirih,
betapa seberapa mampu ia sembunyi,
ia tergugu juga,


di suatu masa yang entah kapan,
di suatu hari yang entah kan datang entah tidak,
semoga Yang Maha berkenan membuatku membuktikan sebuah kalimat bijak
"Apa-apa yang membuatmu menangis hari ini, ketika mengingatnya lagi, engkau kan berkerut tak mengerti mengapa engkau menangis HANYA karena ini"
dan sebuah kalimat lain
"kelak engkau akan sampai pada satu titik, jangankan kembali, menoleh pun tak kan sudi"

sungguh raga dan rasa sepenuh jiwa setia menanti masa kan membawa kalimat tersebut menjadi nyata.
masa dimana aku baik-baik saja tak sekedar kata
namun sebuah realita mengalir nan harmoni dalam jiwa raga seorang fa

Amin