Senin, Desember 15, 2014

Tanpa Judul 5

Mimpi semalam,
menggoreskan ketakutan yang kian mencekam,

menyelimuti langit kelabu kian tak menentu
bagai berdiri namun tak menjejak

mimpi semalam
membuat mata tak lagi menatap,
merunduk dan berpayah kemudian tak lagi menyapa

Tanpa Judul 4

Dimensi waktu berpindah
segala berubah
yang kulihat di pantulan cermin itu siapa,
serupa tapi tak sama,




perjalanan langkah tak jua berpindah,
kutatap aspal yang membentang,
lagi-lagi serupa namun berbeda,
ke arah mana kan dibawa berlari,


Tanpa Judul 3

aku begitu percaya dengan kata
susunan hurup yang kemudian seolah bermakna
aku begitu yakin pada kalimat
jejeran kata yang kurasa lahir dari hati


hingga terbanting terguling dengan pukulan kata
terluka berdarah oleh kalimat yang tak kupercaya


betapa hilang
menggilas apa yang kusebut dengan begitu sumringah

terduduk
merangkak
berharap ini tak nyata

Tanpa Judul 2

segurat kerut di kening kala serius begitu terpatri di wajahku masih serupa,
tak berbeda dengan beberapa tahun silam,
saat kita dengan tangan menggenggam duduk di bangku ini,
menatap birunya langit khatulistiwa yang melukiskan hari esok benderang kita kala itu,
berbincang membara berkilatan keyakinan pasti pada apa yang kita sebut hari esok,

dan kuasa langit membawa jejak langkahmu pergi menjelajah tanah yang tak kunjung kutapaki,
tanah impian kita melebihi mimpi mustahil sastrawan melayu ngetop kala itu, om hirata  :D


kita tlah memilih jalan kita masing-masing
terpaut usia,
terpaut juga langkah besar kita,
jalanku terhalang,
peluh tak terbayang,
menerjang,
membatasi jarak kita,

kutahu sebentar lagi pelangi ku kan pulang,
entah serupa entah tergerus langit tanah impian,
satu yang terjadi,
mungil tlah berganti,
tlah banyak mengerti api menyakitkan kehidupan,
:)
dengan berdarah yang tak jua mengering,
dengan tersayat yang tak jua mau pulih,


pelangiku kan datang,
dengan sejuta tawa yang aku lupa bagaimana cara,




#Pontianak, 15 Desember 2014

Jumat, Desember 12, 2014

TANPA JUDUL 1

di balik putihnya meja
termangu menatap penghujung
menanti datangnya sebuah derap langkah
sekian waktu berpindah
sekian raut berubah
dan sekian saja


derap itu mengaduh
bukan dalam gaduh
tapi satu dalam sebuah kerlingan
beranjak
dan tak lagi disana

Senin, Desember 08, 2014

Casing tak ber nurani



Bukankah kita telah melewati dimensi waktu berbeda sepanjang perjalanan langkah ketika hati kita saling menggenggam?

Bukankah kita telah menyadari goda sesat yang sempat menyapa dan menggores luka itu hanya setan-setan berwujud manusia yang memaksa anggun padahal busuk?

Bukankah kita telah berhasil lepas dari jaring-jaring pengkhianat yang menyusup dalam ikatan kisah kita?

Lantas buat apa lagi hati menyesak kala mengingat godam yang meleburkan segala kesetiaan kisah pertama dan utama kita, kesetiaan yang terenggut karena tergelincirnya kesetiaan sesaat , untuk sedikit melirik pada casing tak bernurani.

Tak perlulah ragu berkabung takut menyelimuti perasaan yang sudah sedemikian rupa kita tata.

Karena entah itu benar manusia atau hanya berwujud manusia, yang sedemikian tak ber nurani menyusup, menggorogoti , menusuk, merusak, dan lupa darimana bisa bersama  dalam satu wadah.

Maafkanlah si  casing tak bernurani, agar kita tak terjangkiti virus tak bernurani.