Mimpi semalam,
menggoreskan ketakutan yang kian mencekam,
menyelimuti langit kelabu kian tak menentu
bagai berdiri namun tak menjejak
mimpi semalam
membuat mata tak lagi menatap,
merunduk dan berpayah kemudian tak lagi menyapa
Senin, Desember 15, 2014
Tanpa Judul 4
Dimensi waktu berpindah
segala berubah
yang kulihat di pantulan cermin itu siapa,
serupa tapi tak sama,
perjalanan langkah tak jua berpindah,
kutatap aspal yang membentang,
lagi-lagi serupa namun berbeda,
ke arah mana kan dibawa berlari,
segala berubah
yang kulihat di pantulan cermin itu siapa,
serupa tapi tak sama,
perjalanan langkah tak jua berpindah,
kutatap aspal yang membentang,
lagi-lagi serupa namun berbeda,
ke arah mana kan dibawa berlari,
Tanpa Judul 3
aku begitu percaya dengan kata
susunan hurup yang kemudian seolah bermakna
aku begitu yakin pada kalimat
jejeran kata yang kurasa lahir dari hati
hingga terbanting terguling dengan pukulan kata
terluka berdarah oleh kalimat yang tak kupercaya
betapa hilang
menggilas apa yang kusebut dengan begitu sumringah
terduduk
merangkak
berharap ini tak nyata
susunan hurup yang kemudian seolah bermakna
aku begitu yakin pada kalimat
jejeran kata yang kurasa lahir dari hati
hingga terbanting terguling dengan pukulan kata
terluka berdarah oleh kalimat yang tak kupercaya
betapa hilang
menggilas apa yang kusebut dengan begitu sumringah
terduduk
merangkak
berharap ini tak nyata
Tanpa Judul 2
segurat kerut di kening kala serius begitu terpatri di wajahku masih serupa,
tak berbeda dengan beberapa tahun silam,
saat kita dengan tangan menggenggam duduk di bangku ini,
menatap birunya langit khatulistiwa yang melukiskan hari esok benderang kita kala itu,
berbincang membara berkilatan keyakinan pasti pada apa yang kita sebut hari esok,
dan kuasa langit membawa jejak langkahmu pergi menjelajah tanah yang tak kunjung kutapaki,
tanah impian kita melebihi mimpi mustahil sastrawan melayu ngetop kala itu, om hirata :D
kita tlah memilih jalan kita masing-masing
terpaut usia,
terpaut juga langkah besar kita,
jalanku terhalang,
peluh tak terbayang,
menerjang,
membatasi jarak kita,
kutahu sebentar lagi pelangi ku kan pulang,
entah serupa entah tergerus langit tanah impian,
satu yang terjadi,
mungil tlah berganti,
tlah banyak mengerti api menyakitkan kehidupan,
:)
dengan berdarah yang tak jua mengering,
dengan tersayat yang tak jua mau pulih,
pelangiku kan datang,
dengan sejuta tawa yang aku lupa bagaimana cara,
#Pontianak, 15 Desember 2014
tak berbeda dengan beberapa tahun silam,
saat kita dengan tangan menggenggam duduk di bangku ini,
menatap birunya langit khatulistiwa yang melukiskan hari esok benderang kita kala itu,
berbincang membara berkilatan keyakinan pasti pada apa yang kita sebut hari esok,
dan kuasa langit membawa jejak langkahmu pergi menjelajah tanah yang tak kunjung kutapaki,
tanah impian kita melebihi mimpi mustahil sastrawan melayu ngetop kala itu, om hirata :D
kita tlah memilih jalan kita masing-masing
terpaut usia,
terpaut juga langkah besar kita,
jalanku terhalang,
peluh tak terbayang,
menerjang,
membatasi jarak kita,
kutahu sebentar lagi pelangi ku kan pulang,
entah serupa entah tergerus langit tanah impian,
satu yang terjadi,
mungil tlah berganti,
tlah banyak mengerti api menyakitkan kehidupan,
:)
dengan berdarah yang tak jua mengering,
dengan tersayat yang tak jua mau pulih,
pelangiku kan datang,
dengan sejuta tawa yang aku lupa bagaimana cara,
#Pontianak, 15 Desember 2014
Jumat, Desember 12, 2014
TANPA JUDUL 1
di balik putihnya meja
termangu menatap penghujung
menanti datangnya sebuah derap langkah
sekian waktu berpindah
sekian raut berubah
dan sekian saja
derap itu mengaduh
bukan dalam gaduh
tapi satu dalam sebuah kerlingan
beranjak
dan tak lagi disana
termangu menatap penghujung
menanti datangnya sebuah derap langkah
sekian waktu berpindah
sekian raut berubah
dan sekian saja
derap itu mengaduh
bukan dalam gaduh
tapi satu dalam sebuah kerlingan
beranjak
dan tak lagi disana
Senin, Desember 08, 2014
Casing tak ber nurani
Bukankah kita
telah melewati dimensi waktu berbeda sepanjang perjalanan langkah ketika hati kita
saling menggenggam?
Bukankah kita
telah menyadari goda sesat yang sempat menyapa dan menggores luka itu hanya
setan-setan berwujud manusia yang memaksa anggun padahal busuk?
Bukankah kita
telah berhasil lepas dari jaring-jaring pengkhianat yang menyusup dalam ikatan
kisah kita?
Lantas buat
apa lagi hati menyesak kala mengingat godam yang meleburkan segala kesetiaan kisah pertama dan utama kita, kesetiaan yang terenggut karena tergelincirnya
kesetiaan sesaat , untuk sedikit melirik pada casing tak bernurani.
Tak perlulah
ragu berkabung takut menyelimuti perasaan yang sudah sedemikian rupa kita tata.
Karena entah itu
benar manusia atau hanya berwujud manusia, yang sedemikian tak ber nurani
menyusup, menggorogoti , menusuk, merusak, dan lupa darimana bisa bersama dalam satu wadah.
Maafkanlah
si casing tak bernurani, agar kita tak terjangkiti
virus tak bernurani.
Langganan:
Postingan (Atom)